Empat arkeolog Indonesia masuk dalam daftar ilmuwan paling berpengaruh di dunia untuk bidang ilmu sosial oleh Thomson Reuters, mereka dimasukkan dalam daftar The World's Most Influential Scientific Minds 2014. Para arkeolog yang masuk daftar tersebut ialah Rokus Awe Due, Jatmiko, E Wahyu Saptomo, dan Thomas Sutikna. Semuanya dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) di Jakarta. Dalam keterangan yang dirilis baru-baru ini, Thomson Reuters menyatakan, mereka menilai arkeolog-arkeolog tersebut berdasarkan publikasi penelitiannya serta pengaruhnya dalam keilmuan masing-masing.
Thomson Reuters memakai InCites Essential Science Indicators, metode yang dikembangkan institusi tersebut untuk menganalisis pengaruh lebih dari 3.000 ilmuwan dalam 21 bidang ilmu alam dan sosial di dunia. Pengaruh dilihat dari jumlah publikasi penelitian tiap-tiap ilmuwan. Selain itu, pengaruh juga dilihat dengan mempertimbangkan jumlah peneliti lain yang mengutip publikasi penelitian ilmuwan yang dimaksud.
Masuk dalam daftar The World's Most Influential Scientific Minds 2014, empat arkeolog asal Indonesia itu menjadi ilmuwan yang publikasinya paling hot dan paling banyak dikutip dalam satu dekade terakhir. Thomson Reuters juga membuat daftar ilmuwan paling berpengaruh dalam bidang biologi, lingkungan, kedokteran, keantariksaan, dan lainnya. Ilmuwan yang menggeluti genetika dan ilmu material adalah yang paling hot dan paling banyak dikutip.
Saptomo lewat pesan singkat kepada Kompas.com, Minggu (15/12), mengatakan, "Semua berkat penemuan Homo floresiensis (manusia kerdil dari Flores yang ditemukan di Liang Bua)." Penemuan itu dimuat di Nature edisi 27 Oktober 2004. Manusia "Hobbit" Flores saat itu dinyatakan sebagai spesies manusia purba yang berbeda, tetapi kemudian muncul kontroversi. Beberapa ilmuwan mengatakan, H. floresiensis adalah manusia yang mengalami kekerdilan.
Saptomo berharap, masuknya dirinya dalam daftar ilmuwan paling berpengaruh itu bisa membuat pemerintah mengakui pentingnya temuan H. floresiensis. "Mudah-mudahan pemerintah dapat segera membangun museum untuk H. floresiensis di Manggarai," katanya.